Thursday, March 1, 2012

Napoleon & Tambora






Letusan besar Gunung Tambora di April 1815 tidak hanya hancur dan hancur tiga kerajaan kecil di Pulau Sumbawa. Selain itu, jauh di Eropa, tepatnya di Belgia tentara di bawah komando penguasa Prancis, Jenderal Napoleon Bonaparte harus bertekuk lutut di tangan Inggris dan Prusia.


Ya, tiga hari setelah letusan dahsyat Gunung Tambora, pada tanggal 18 Juni 1815, Napolean terjebak pasukan musuh. Karena, pada hari cuaca memburuk. Kontinyu curah hujan wilayah. Bahkan, tentara Perancis untuk melawan pertempuran itu.




Karena cuaca buruk, roda traktor meriam terjebak dalam lumpur. Semua kendaraan tidak dapat berjalan lancar. Tanahnya licin, tertutup salju. Maklum, abu tebal dari letusan Gunung Tambora masih tersebar di atmosfer untuk memblokir sinar matahari yang jatuh ke bumi.


Perang ini adalah cerita tragis Waterloo untuk Napoleon. Kehebatan Napoleon dalam menundukkan musuh-musuhnya lebih. Dia juga menyerah.


Jenderal itu kemudian dibuang ke Pulau Saint Helena, sebuah pulau kecil di selatan Samudera Atlantik. Di sebuah pulau terpencil yang ia menghabiskan waktu sampai kematiannya pada tahun 1821 karena serangan kanker.


Kenneth Spink, seorang ahli geologi berteori, bahwa cuaca buruk yang disebabkan oleh letusan Gunung Tambora menjadi salah satu pemicu kekalahan Napoleon. Pada pertemuan ilmiah tentang Geosciences Terapan di Warwick, Inggris (1996), Spink mengatakan bahwa letusan Gunung Tambora memiliki dampak yang besar pada urutan iklim dunia pada waktu itu, termasuk cuaca buruk di Waterloo pada Juni 1815.


Di Yogyakarta, letusan Tambora Thomas Stamford Raffles kejutan. Gubernur Jenderal Inggris di Jawa, yang berkuasa pada 1811-1816 ia berpikir bahwa ledakan itu berasal dari suara meriam musuh api. Tentu demikian, karena ketika itu teknologi komunikasi (telegraf) tidak diciptakan sehingga letusan tidak dapat disampaikan ke berbagai daerah dalam waktu yang relatif cepat.


Takut musuh menyerang, Raffles kemudian mengirim pasukan untuk menjaga posting di sepanjang pantai waspada. Perahu-perahu yang disiagakan. Apa yang bisa membuat, Raffles tuduhan palsu. Tidak ada serangan musuh.


Gunung Tambora


Beberapa dari kita tidak akan tahu bahwa Gunung Tambora pada rekor sebagai gunung berapi tertinggi di Indonesia. Itu sebelum gunung berapi meletus pada April 1815 yang menghancurkan.


Ketika puncak Gunung Tambora mencapai ketinggian sekitar 4.300 meter di atas permukaan laut (dpl). Bandingkan dengan tanah tertinggi di Indonesia, yaitu Puncak Jayawijaya, Papua, ketinggian sekitar 3050 m di atas permukaan laut.


Setelah letusan besar Tambora, tanah di atasnya dimuntahkan ke segala arah. Akibatnya, ketinggian gunung berapi yang tersisa separuhnya, yaitu sekitar 2851 m di atas permukaan laut.


Letusan ini begitu mengerikan itu juga meninggalkan kaldera besar. Bahkan, menurut catatan, ukuran kaldera adalah paling luas di Indonesia. Bayangkan, kaldera memiliki diameter sekitar 7 km, panjang maksimal 16 km dan kedalaman 1,5 km.


Saat ini, gunung berapi yang secara administratif terletak di dua kabupaten, Dompu dan Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang tersisa kisah ajaib, tidak hanya di Indonesia tetapi juga berdampak ke berbagai belahan dunia.


Sangat tegang


Tragedi itu dimulai pada awal April 1815. Ketika daerah sekitar Gunung Tambora mulai bergetar. Getaran diintensifkan pada tanggal 10 April 1815, pukul 19.00 waktu setempat. Sejak itu sampai lima hari, ledakan Gunung Tambora mencapai klimaksnya.


Pada malam hari, dari kejauhan Tambora benar-benar menyalakan api yang terus memancar karena puncak gunung. Suasana sangat tegang. Sungai pegunungan tampaknya berubah menjadi api besar.


Pada saat yang sama, letusan itu juga mengeluarkan gas panas, abu, dan batuan ke arah bawah sejauh 20 km sampai ke laut. Desa di sekitar Tambora dihancurkan oleh aliran piroklastik menelan mereka.


Menurut Haris Firdaus dalam bukunya berjudul Misteri Terbesar Indonesia (2008), tiga kerajaan kecil dibakar dan dihancurkan oleh lahar dan letusan Gunung Tambora bahan. Kerajaan ketiga Terkonsentrasi dalam waktu sekitar 30 km sebelah barat dari Tambora. Kemudian, Empire Studio adalah 35 km sebelah timur dari Tambora, dan kerajaan Tambora adalah 25 km dari gunung berapi.


Hampir semua warga di tiga kerajaan tewas. Hanya dua orang selamat. Bahkan, lokasi ketiga kerajaan sudah dibudidayakan cukup aman dari efek letusan gunung berapi.


Letusan Gunung Tambora juga membawa bahan longsor sangat besar ke laut. Longsoran yang menyebabkan tsunami di pantai-pantai di Indonesia seperti Bima, Jawa Timur dan Maluku. Ketinggian tsunami diperkirakan mencapai 4 meter.


Tidak hanya itu, juga melemparkan ledakan kuat abu vulkanik hingga Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Bahkan bau menguar Nitrat juga ke Batavia (sekarang Jakarta). Hujan deras disertai jatuhnya abu juga terjadi.


Menurut ahli geologi, letusan itu adalah bencana alam terbesar dalam sejarah. Bayangkan, dibandingkan dengan letusan Gunung Krakatau yang terjadi pada bulan Agustus 1883, ledakan Gunung Tambora lebih dahsat empat kali lipat.


Letusan Gunung Tambora terdengar sampai ke Pulau Sumatera, Makassar dan Ternate sejauh 2.600 km. Abu juga diterbangkan sejauh 1.300 km dengan ketinggian 44 km dari permukaan tanah. Volume debu diperkirakan mencapai 400 km3.


Karena debu tebal beterbangan di langit, di sepanjang daerah dengan radius 600 km dari gunung tersebut terlihat gelap selama dua hari. Maklum, matahari tidak bisa menembus abu-abu tebal sebelumnya.


Daerah paling menderita tentu dekat lokasi Tambora. Menurut ahli botani Swiss, Heinrich Zollinger, letusan yang langsung menewaskan sekitar 10.000 orang.


Setelah itu, jumlah kematian karena kelaparan di Sumbawa mencapai 38.000 orang dan 10.000 orang di Lombok. Sumber lain mengatakan telah mengurangi letusan Sumbawa untuk penduduk yang tersisa hanya 85.000 orang.


Jumlah Korban luas


Tidak hanya itu. Korban tewas juga menyebar ke pulau Bali, yang mencapai 10.000 orang. Dampak berikutnya, sebanyak 49.000 orang meninggal akibat penyakit dan kelaparan.


Mengapa terjadi kelaparan berkepanjangan? Ada beberapa alasan. Pertama, semua tanaman di pulau Sumbawa jika hutan dihancurkan oleh abu tebal yang tertutup dan dilalap api.


Kedua, selama dua minggu awan tebal masih menyelimuti wilayah di sekitar Gunung Tambora, termasuk Bali. Dampaknya, banyak tanaman rusak dan gagal panen.


Ketiga, partikel abu dalam jangka panjang masih dalam atmofer dengan ketinggian 10-30 km. Akibatnya, siklus iklim menjadi tidak menentu dan petani tidak bisa memanen tanaman budidaya.


Iklim kekacauan engulfing Eropa, Amerika Serikat, dan Kanada. Setahun setelah letusan, pada 1816, wilayah ini punya waktu satu tahun tanpa musim panas. Cuaca di kawasan itu berubah. Maklum, partikel abu masih melilit atmosfer bumi menghalangi sinar matahari menembus ke dalam tanah.


Kelaparan juga melanda Kanada, AS, Inggris, dan lainnya. Freeze yang terjadi di negara-negara dihapuskan impian para petani. Populasi adalah kekurangan pangan.


Irlandia mengalami dampak terburuk. Ada, curah hujan dingin terjadi hampir sepanjang musim panas. Sekitar 65.000 orang meninggal karena kelaparan dan tekan tifus epidemik. Wabah ini kemudian menyebar ke Eropa dan menewaskan 200.000 orang.


Letusan Gunung Tambora memang tragis. Letusan terputus ratusan ribu orang, baik mereka yang terkena dampak langsung maupun tidak langsung. Kisah memilukan dari Tambora sesuai dengan nama yang diambil dari dua kata; ta dan mbora yang sebenarnya untuk memanggil keluar.


Menurut mitos yang berkembang masyarakat sekitar gunung untuk percaya, ada dilaporkan sekitar 4.500 pendaki, pemburu, dan penjelajah yang hilang. Mereka tidak pernah ditemukan di Gunung Tambora sekarang ditutupi dengan berbagai anggrek hutan sangat mempesona.

No comments:

Post a Comment